Sering kita dengar kalimat kebun orang lain itu terkadang jauh lebih baik dibandingkan kebun kita sendiri. Terkadang kita meelihat bahwa kebun yang dimiliki orang lain lebih banyak sekali yang mungkin tidak kita miliki seperti banyak bunga-bunga yang elok, pohon-pohon yang berdiri tegak nan gagah perkasa, rerumputan yang halus, dan hal-hal lainnya yang sedap dipandang oleh kedua mata orang-orang yang terlena akan keindahan yang disaksikannya.
Namun kenyataan dapat berkata lain, yang kita saksikan belum tentu sesuai dengan anggapan pertama kita, melainkan sebuah khayalan fiktif yang kita inginkan. Ketika kita melihat kebun itu dengan lebih seksama terkadang mulai tersibak konflik-konflik besar yang mungkin tidak pernah kita rasakan, namun menyelimuti kebun orang lain yang kita cemburui itu, sehingga mungkin menyebabkan banyak tumbuhan mereka yang bermasalah, seperti mati, rapuh, tua, busuk dan saling mengorbankan yang lainnya.
Akan tetapi, kita juga harus saling membantu untuk memberikan tanda rasa kemanusiaan tanpa memandang indah atau busuknya kebun orang lain beserta tumbuhan-tumbuhannya yang sedang berada di dalam masa sulitnya. Dan di sisi lain, kita juga harus bersyukur atas apapun yang kita punya sekarang dan menjadikan diri kita menjadi diri sendiri sebagaimana kita sekarang yang asli, bukan dari hasil omongan orang lain, sehingga kebun yang kita punya tidak hanya berisi materi yang terlihat seperti bunga, pohon atau tumbuhan-tumbuhan yang indah saja, tetapi juga diliputi rasa damai, tentram serta memiliki aura-aura positif yang seakan terus menyapa kita semua, dan sapaan itu mengundang rasa kebahagiaan pemilik kebun yang lain untuk berkunjung ke kebun yang kita cintai ini dan merasakan ketenangan yang mereka inginkan yang mungkin tidak pernah mereka rasakan di kebun mereka sendiri.
Seperti inilah kira-kira kisah perumpamaan dari kisah seorang WNA Mesir yang menetap di tanah air kita, hingga akhirnya tinggal di tanah air dan menjadi WNI seperti sekarang.
Kajian Tahsin Al Qur'an rutin setiap Senin dan Rabu malam yang dibimbing langsung oleh Syekh Abdurrahman Al Oesman Lc. MA (tengah). (Sumber: Dokumen Pribadi)
Beliau adalah Syekh Abdurrahman Al Oesman. Saat ini beliau adalah pengajar bahasa Arab untuk para santri dan pembimbing tahsin Al-Qur'an untuk umum di Masjid Nurul Haq (masjid dekat rumah saya). Beliau juga membuka usaha berupa rumah makan yang bernama “OSMANI", yang menyajikan hidangan khas timur tengah seperti nasi kebuli, ayam panggang oven, daging sapi dan kambing, serta menu favorite saya juga yaitu “Kebab". Kebab di rumah makan ini memiliki dua macam daging yaitu kebab daging sapi panggang dan kebab daging sapi roll. Tidak tanggung-tanggung profesionalitas dan kualitas dari hidangan-hidangan yang disajikan di rumah makan yang beralamat di jalan Asem Baris Raya, Tebet, Jakarta Selatan ini. Resep makanan yang ada di rumah makan ini berasal dari negara asalnya langsung yaitu Mesir. Sehingga kita yang belum pernah ke Mesir bisa langsung mencicipi bagaimana aroma dan resep berdikari makanan khas Mesir secara langsung dari rumah makan beliau dengan harga yang sangat terjangkau.
Rumah makan “OSMANI KEBULI & KEBAB.” Jl. Asem Baris Raya no.36A,RW 7. Kebon baru, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah khusus Ibukota Jakarta 12830. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Syekh yang juga merupakan salah seorang Imam di masjid saya ini mengetahui Indonesia pertama kali dari sahabatnya yang sudah lama tinggal di Indonesia lebih dulu sekitar 20 tahun sebelumnya, sahabatnya mengajak dan mengundang beliau untuk berkencana ke Indonesia. Ajakan sahabatnya yang awalnya hanya sekedar undangan akhirnya berubah menjadi sebuah kebahagiaan. Syekh merasa Indonesia merupakan surga kebahagiaan dan rumah keduanya, yang mungkin kedamaian nya mungkin belum pernah beliau rasakan di negara asalnya. Seperti kita yang selalu murah untuk bersenyum kepada siapapun.
“Indonesia masyaAllah negara yang nyaman dan alhamdulillah juga orang-orang Indonesia adalah Orang yang baik hati dan selalu senyum," ucap Syekh yang kerap disapa Syekh Abdurrahman ini.
Setelah itu, Syekh juga mengatakan bahwa beliau belajar Bahasa Indonesia pertama kali saat tiba di tanah air bersama dengan teman-temannya dan dipraktikkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. “Bahasa Indonesia itu lebih mudah dari bahasa Arab, dikarenakan bahasa Arab bahasa yang luas sekali apalagi ada Nahwu-Sharaf nya dan kosa kata yang banyak, jadi bahasa Indonesia lebih mudah," ungkap Syekh.
Namun, dibalik itu semua beliau juga mengungkapkan bahwa lisan nya pun juga tidak selamanya berjalan mulus ketika mengucapkan kata atau kalimat dari bahasa Indonesia. Sebabnya terdapat huruf yang tidak biasa diucapkan di bahasa Ibunya, seperti bunyi 'P' dan 'B' yang terlalu dekat. Dalam bahasa Arab, terdapat huruf 'بَ' (ba) yang sudah ditransliterasikan menjadi huruf 'B' dalam latin, dibaca (Be). Sementara huruf 'P' tidak memiliki padanan yang akurat dan juga diwakilkan dengan 'ب' dalam bahasa Arab. “Terkadang saya bilang 'Pribadi' malah bilang 'Bribadi' jadi orang gak ngerti hehe,” pungkas Syekh, saat berjumpa dengan saya di Masjid Nurul Haq menjelang waktu Isya.
Masjid Nurul Haq. Jl. Asem Baris Raya No.37 ,RT.7/RW.6, Kebon baru, Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah khusus Ibukota Jakarta 12830. (Sumber: Dokumen Pribadi)
Bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki perbendaharaan kosa kata paling banyak sehingga sangat berbeda sekali dengan bahasa asing lainnya. Sebagai contoh, ketika menyebutkan kata 'sedih' saja dalam bahasa Arab, ekspresi itu bisa diungkapkan melalui ratusan pilihan kosa kata. Maka sangatlah wajar apabila bahasa Arab termasuk golongan bahasa asing yang tidak mudah dipelajari. Namun jika kita mempunyai kemauan untuk belajar dengan sungguh-sungguh, InsyaAllah apa pun yang kita inginkan tercapai dan terwujud.
Setiap bahasa asing maupun bahasa kita sendiri mempunyai kemudahan dan kesulitannya masing-masing. Kita sebagai mahasiswa sastra atau pelajar bahasa mempunyai metode masing-masing dalam mempelajari bahasa yang kita pelajari. Ambil saja contoh Syekh yang sudah dua tahun belajar bahasa Indonesia, beliau belajar dengan metode praktik langsung dengan teman-temannya dan mempraktikkan yang dipelajari sampai ia tak butuh lagi seorang mutarjim (penerjemah) untuk membantunya berbicara. Jadi, kita pun sebagai mahasiswa atau pelajar yang mempelajari bahasa asing, juga harus saling menghargai satu sama lain ketika mungkin melihat ada yang berlatih bahasa asing dengan metode yang berbeda dari yang kita lakukan. Metode yang dipakai ada yang berupa menonton film, ada yang praktek langsung dari native speaker, ada juga dari bermain games bahasa, dan metode yang lainnya. Tetapi semua metode tersebut sama-sama menuju ke satu tujuan, yaitu "fasih dalam berbahasa asing". Janganlah merasa diri sudah paling pintar dan merasa orang lain salah jika mereka melakukan metode/sesuatu yang berbeda dari kalian. Karena kita tidak akan pernah tahu, jalan cerita seorang hamba yang sudah sang pencipta takdirkan kepada mereka yang selalu kita jadikan sasaran empuk untuk 'dighibahi'. Jangan-jangan, kita hanyalah seekor semut kecil yang sedang menyaksikan ulat yang akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang mampu terbang tinggi.
Hal yang membedakan bahasa Indonesia dari bahasa lainnya, dan membuat syekh berkewarganegaraan Mesir ini mampu berbahasa Indonesia yaitu tidak adanya tenses, yaitu perubahan bentuk kata kerja yang menjelaskan keterangan waktu entah itu kemarin (masa lampau), sekarang (saat ini) hingga esok (masa depan), seperti yang juga didapati dalam bahasa Inggris. Mungkin ini menjadi salah satu penyebab bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari oleh penutur asing. Dikarenakan tidak masalah jika kita langsung menjabarkan atau menulis kejadian-kejadian apapun dalam Bahasa Indonesia tanpa persyaratan apapun bagai melanggar peraturan tanpa dosa.
Beliau pun memberikan saya tips dan nasihat bahwa belajar bahasa asing itu harus mengutamakan berbicara, mendengar dan lebih baiknya lagi belajar dengan native speaker atau penutur aslinya secara langsung, dikarenakan lebih mudah mendapatkan kosakata-kosakata baru yang diucapkan ketika mungkin kita belum pernah dapatkan sebelumnya. Namun tidak hanya mendengar dan bicara saja yang merupakan poin yang penting dalam mempelajari bahasa asing, akan tetapi membaca dan menulis juga menjadi sebuah penegak kokoh kemampuan kita juga dalam belajar berbahasa asing.
"Mendengar orang Indonesia bicara bagaimana, ikut mereka. Mendengar orang Arab Bicara bagaimana, ikut mereka. Ikuti terus, hingga kamu bisa bicara sendiri."
-Pesan Syekh Abdurrahman Al Oesman, berbicara bahasa Indonesia dengan logat Arabnya yang masih khas.
Beliau juga mengatakan bahwa ini adalah kesempatan bagus untuknya. Karena beliau juga belajar dan berlatih berbahasa Indonesia kepada saya sebagai native speaker untuk beliau, beliau juga mendapatkan kosakata-kosakata baru dari saya, sehingga jika dilakukan dan di praktikkan terus menerus sehingga kita mampu berbahasa asing dengan baik dan fasih.
Inti dari pembicaraan saya dengan Syekh ini adalah, yang paling penting ada niat untuk mempelajarinya, dan semua sudah pasti berawal dari yang tidak bisa menjadi bisa. Tidak akan pernah ada cerita bahwa ada orang yang tidak pernah melakukan kesalahan sekecil apapun di masa belajarnya. Yang salah adalah ketika kitanya saja yang tidak ada niat untuk mempelajarinya.
Demikianlah kisah cinta pemilik kebun yang datang ke kebun kita dan mengenal bagaimana sejarah panjang bunga-bunga, pohon-pohon, atau tumbuhan indah yang kita punya ini terbentuk dan bersatu menciptakan kedamaian di hati mereka dan membuat mereka tertarik untuk mempelajari tumbuhan-tumbuhan lainnya yang kita punya, sehingga menjadi harapan supaya yang mereka pelajari bisa membawa manfaat ketika suatu saat mereka kembali ke kebunnya masing-masing. Dengan membawa kebaikan-kebaikan, kedamaian-kedamaian serta pengetahuan yang dibawa dari kebun kita dan juga diri kita sendiri.
Perdamaian itu mudah untuk kita ciptakan dan menjadi jalan untuk mempertahan kebaikan selama keberlangsungan hidup di tengah banyaknya orang di sekitar kita. Banyak orang berarti beda akal, beda watak, beda otak, dan beda jalan berpikir, sehingga manusianya sendirilah yang akan mengambil alih bagaimana jalan ceritanya berjalan selama di kehidupan yang fana ini, entah baik atau buruknya. Memang, tidaklah semua hal yang terjadi di kehidupan ini benar-benar takdir dari yang maha kuasa. Akan tetapi, ada unsur kesengajaan yang benar-benar membuat manusia seolah menjadi tuhan untuk dirinya sendiri, sehingga terjadilah permasalahan seperti ketidakadilan, ketidakjujuran, korupsi serta kebodohan-kebodohan yang sengaja mereka ciptakan kepada kita supaya kita dianggap cilik, lemah, dan tidak bisa apa-apa tanpanya. Hal ini bukanlah hal biasa, karena akar dari permasalahan ini pun sangatlah relatif. Sangatlah berbahaya ketika semua orang menganggap bahwa hal yang sebenarnya tidak baik seperti ini malah 'dibaikkan' oleh orang itu sendiri tanpa mengetahui dan memaknai makna dibalik itu semua. Karena saking rindunya kita dengan perdamaian sampai lupa bahwa 'ada udang di balik sebuah batu.' Manusia yang bijaksana akan terus menyadari bahwa sepintar-pintarnya dia, sesombong-sombongnya dia dan sebodoh-bodohnya dia, sadar diri bahwa masih butuh orang lain selama keberlangsungan hidupnya. Namun anehnya ada juga manusia yang tidak peduli terhadap sesama dan menjaga jarak dari rasa kemanusiaan itu sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mempertahankan sesuatu yang apalagi kalau bukan egonya sendiri.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Comentários